Sabtu, 01 Mei 2010

POSKESDES (Pos Kesehatan Desa)


A. Pengertian poskesdes
Poskesdes adalah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan atau menyediakan pelayanan kesehatan dasar masyarakat desa.
Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanan pokesdes meliputi upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.

B. Tujuan poskesdes
Tujuan poskesdes antara lain:
1. Terwujudnya masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya
2. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
3. Terselenggaranya pengamatan, pencatatan dan pelaporan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa atau KLB serta factor- factor resikonya
4. Tersedianya upaya pemerdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya di bidang kesehatan
5. Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh masyarakat dan tenaga professional kesehatan
6. Terkoordinasinya penyelenggaraan UKBM lainnya yang ada di desa

C. Ruang lingkup polindes
Ruang lingkup poskesdes meliputi: upaya kesehatan yang menyeluruh mencakup upaya promotif, preventif dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama bidan dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela.

D. Kegiatan utama poskesdes
1. Pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku beresiko dan surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan dan kesiapsiagaan terhadap bencana serta pelayanan kesehatan dasar
2. Promosi kesehatan, penyehatan lingkungan dll. Kegiatan dilakukan berdasar pendekatan edukatif atau pemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah mufakat yang disesuaikan kondisi dan potensi masyarakat setempat

E. Fungsi poskesdes
1. Sebagai wahana peran aktif masyarakat di bidang kesehatan
2. Sebagai wahana kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan
3. Sebagai wahana pelayanan kesehatan dasar, guna lebih mendekatkan kepada masyarakat serta meningkatkan jangkauan dan cakupan pelayanan kesehatan
4. Sebagai wahana pembentukan jaringan berbagai UKBM yang ada di desa

F. Prioritas pengembangan poskesdes
1. Desa/ kelurahan yang tidak terdapat sarana kesehatan. Adapun desa yang terdapat puskesmas pembantu masih memungkinkan untuk diselenggarakan poskesdes
2. Desa di lokasi terisolir, terpenci, tertingal, perbatasan atau kepulauan

G. Manfaat poskesdes
1. Bagi masyarakat
a. Permasalahan di desa dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan diselesaikan, sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada
b. Memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat
2. Bagi kader
a. Mendapat informasi awal di bidang kesehatan
b. Mendapat kebanggaan, dirinya lebih berkarya bagi masyarakat
3. Bagi puskesmas
a. Memperluan jangkauan pelayanan puskesmas dengan mengoptimalkan sumber data secara efektif dan efisien
b. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama
4. Bagi sector lain
a. Dapat memadukan kegiatan sektornya di bidang kesehatan
b. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan lebih afektif dan efisien

H. Pengorganisasian
1. Tenaga poskesdes
a. Tenaga masyarakat
1) Kader
2) Tenaga sukarela lainnya
Tenaga masyarakat minimal 2 orang yang telas mendapat pelatihna khusus
b. Tenaga kesehatan
Minimal terdapat seorang bidan yang menyelenggarakan pelayanan
2. Kepengurusan
Kepengurusan dipilih melalui musyawarah mufakat masyarakat desa, serta ditetapkan oleh kepala desa. Struktur minilmal terdiri dari Pembina ketua, sekretaris, bendahara dan anggota
3. Kedudukan dan hubungan kerja
a. Poskesdes merupakan kooedinator dari UKBM yang ada (misalnya: posyandu, poskestren, ambulan desa).
b. Pokesdes dibawah pengawasan dan bimbingan puskesmas setempat. Pelaksanan poskesdes waib melaporkan kegiatannya kepada puskesmas, adapun pelaporan yang menyangkut pertanggungjawaban keuangan disampaikan kepada kepala desa
c. Jika wilayah tersebut terdapat puskesmas pembantu maka poskesdes berkoordinasi dengan puskesmas pembantu yang ada tersebut
d. Poskesdes di bawah pimpinan kabupaten/ kota melalui puskesmas. Pembinaan dalam aspek upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan

I. Sumber daya poskesdes
1. Diselenggarakan oleh tenaga kesehatan minimal 1 bidan, minimal dibantu 2 kader
2. Terdapat sarana fisik bangunan, perlengkapan, alat kesehatan, sarana komunikasi
3. Tahanan pembangunan poskesdes
a. Mengembangkan polindes (pos bersalin desa) yang telah ada menjadi poskesdes
b. Memanfaatkan bangunan yang suudah ada (seperti balai desa, RW) untuk dijadikan poskesdes
c. Membangun baru, dengan sumber dana dari pemerintah, donator, dunia usaha atau swadaya dari masyarakat
Meilani, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya

ANEMIA GRAVIDARUM

Pengertian
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Penyebab anemia
Penyebab anemia pada umumnya, antara lain:
1. Malnutrisi
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorbsi/ gangguan absorbs Fe
4. Penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus
5. Kehilangan banyak darah (perdarahan)
6. Berkurangnya pembentukan sel darah merah
7. Kekurangan zat besi, vitamin B12, vitamin C, asam folat
8. Meningkatnya penghancuran eritrosit

Cara mendiagnosa
Untuk menegakan diagnosa Anemia dalam kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat

Gejala dan tanda anemi
Gejala dan tanda anemia pada ibu hamil, antara lain:
1. Ibu mengeluh cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Malaise
5. Lidah luka
6. Nafsu makan turun (anoreksia)
7. Konsentrasi hilang
8. Nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.

Gejala dan tanda anemia kronis
Gejala dan tanda anemia kronis, antara lain:
1. Eritrosit berubah bentuk seperti bulan sabit
2. Krisis perdarahan Manisfestasi lain : Kepekaan terhadap infeksi bakteri meningkat
3. Pneumonia
4. Bronchopneumonia
5. Infark paru
6. Kerusakan ginjal
7. Gangguan SSP
8. Gangguan mata

Patofisiologi
Pada umumnya cadangan zat besi pada wanita itu kurang, disebabkan karena kehilangan darah setiap bulan pada waktu haid. Pada wanita yang hamil cadangan ini akan berkurang lagi karena kebutuhan janin akan zat besi sangat besar, juga bertambahnya volume darah-menurunkan Hb-anemia.

Klasifikasi anemia
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.

Efek anemia pada kehamilan, persalinan dan nifas
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain)

COITUS INTERUPTUS

A. Pengertian
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional/alamiah, di mana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum mencapai ejakulasi.

B. CaraKerja
Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina, sehingga tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan dapat dicegah.

C. Keterbatasan
1. Efektifitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan sanggama terputus.
2. Efektifitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis.
3. Sangat tergantung dari pihak pria dalam mengontrol ejakulasi dan tumpahan sperma selama senggama.
4. Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual (orgasme).
5. Sulit mengontrol tumpahan sperma selama penetrasi, sesaat dan setelah interupsi coitus.
6. Tidak melindungi dari penyakit menular seksual.

D. Manfaat
Coitus interuptus memberikan manfaat baik secara kontrasepsi maupun non kontrasepsi.
Manfaat kontrasepsi, antara lain:
1. Alamiah.
2. Efektif bila dilakukan dengan benar.
3. Tidak mengganggu produksi ASI.
4. Tidak ada efek samping.
5. Tidak membutuhkan biaya.
6. Tidak memerlukan persiapan khusus.
7. Dapat dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
8. Dapat digunakan setiap waktu.
Manfaat non kontrasepsi, antara lain:
1. Adanya peran serta suami dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
2. Menanamkan sifat saling pengertian.
3. Tanggung jawab bersama dalam ber-KB.

E. Cara Coitus Interuptus
1. Sebelum melakukan hubungan seksual, pasangan harus saling membangun kerjasama dan pengertian terlebih dahulu. Keduanya harus mendiskusikan dan sepakat untuk menggunakan metode senggama terputus.
2. Sebelum melakukan hubungan seksual, suami harus mengosongkan kandung kemih dan membersihkan ujung penis untuk menghilangkan sperma dari ejakulasi sebelumnya.
3. Apabila merasa akan ejakulasi, suami segera mengeluarkan penisnya dari vagina pasangannya dan mengeluarkan sperma di luar vagina.
4. Pastikan tidak ada tumpahan sperma selama senggama.
5. Pastikan suami tidak terlambat melaksanakannya.
6. Senggama dianjurkan tidak dilakukan pada masa subur.

Saifuddin, BA. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

DETEKSI DINI PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG BAYI DAN BALITA

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu.kedua proses ini terjadi secara sinkron pad setiap individu.

CIRI KHAS ANAK
1. Tumbuh
2. Tumbuh kembang
3. Berkembang

TUMBUH KEMBANG
Anak dapat tumbuh kembang melalui tahapan yang sesuai stimulasi,deteksi,dan intervensi.

1. MENGAPA DETEKSI DINI PERLU
a. Kualitas generasi penerus tergantung kialitas tumbuh kembang anak,terutama balita ( 0-3 tahun) merupakan masa perkembangan anak.
b. Penyimpangan tumbuh kembang harus dideteksi ( ditemukan )sejak dini,terutama sebelum berumur 3 tahun,supaya dapat segera diintervensi ( diperbaiki).
c. Bila deteksi terlambat,maka penanganan terlambat penyimpangan sukar diperbaiki.
d. Presiden RI 31 juli 2005 mencanangkan:Gerakan nasional pemantauan tumbuh kembang anak.
e. Wewenang bidan:Kepmenkes no 900/2002:Tentang registrasi dan praktik bidan.Bab V ps 16 dan 20.lam III :pemantauan deteksi/intervensi dini tumbuh kembang.

2. DETEKSI DINI PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG MENCAKUP
a. Aspek pertumbuhan
1. Timbang berat badannya(BB).
2. Ukuran tinggi badan (TB) dan lingkar kepalanya (LK).
3. Lihat garis pertambahan BB.TB,dan LK pada grafik.
b. Tanyakan Perkembangan
1. Tanyakan perkembangan anak dengan KPSP ( Kuesioner pra skrining perkembangan).
2. Tanyakan daya pendengarannya dengan TDD ( Tes daya dengar),penglihatan dengan TDL (Tes daya lihat).
c. Aspek Mental Emosional.
1. KMEE (Kuesioner masalah mental emisional).
2. CHAT (Check List for Autism Toddles :Leklis Deteksi Dini Autis).
3. GPPH ( Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas).

Jadwal dan jenis deteksi dini tumbuh kembang dapat berubah sewaktu-waktu yaitu pada :
a. Kasus rujukan
b. Ada kecurigaan anak mempunyai penyimpangan tumbuh
c. Ada keluhan anak mempunyai masalah tumbuh kembang

DETEKSI DINI PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG

1. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan
a. Pengukuran berat badan terhadap tinggi badan ( BB/TB )
1) Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi anak apakah normal, kurus, kurus sekali atau gemuk
2) Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal deteksi tumbuh kembang balita. Pengukuran dan penilaian BB/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih
3) Pengukuran BB :
a. Menggunakan timbangan bayi
1. Timbangan bayi digunakan untuk menimbang anak sampai umur 2 tahun atau selama anak masih bisa berbaring atau duduk tenang
2. Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah bergoyang
3. Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka nol
4. Bayi sebaiknya telanjang, tanpa topi, kaos kaki dan sarung tangan
5. Baringkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan
6. Lihat jarum timbangan sampai berhenti
7. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan
8. Bila bayi terus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri

b. Menggunakan timbangan injak
1. Letakkan timbangan di lantai yang datar sehingga tidak mudah bergerak
2. Lihat posisi jarum atau angka menunjuk angka nol
3. Anak sbaiknya memakai baju sehari-hari yang tipis, tidak memakai alas kaki, jaket, topi, jam tangan, kalung dan tidak memegang sesuatu
4. Anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegangi
5. Lihat jarum timbangan sampai berhenti
6. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka timbangan
7. Bila bayi terus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca angka di tengah-tengah antara gerakan jarum ke kanan dan ke kiri

4) Pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)
a. Cara mengukur dengan posisi berbaring
1. Sebaiknya dilakukan oleh 2 orang
2. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar
3. Kepala bayi menempel pada pembatas angka nol
4. Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap menempel pada pembatas angka nol ( pembatas kepala)
5. Petugas 2 : tangan kiri menekan lutut bayi agar lurus, tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki
6. Petugas 2 : membaca angka di tepi luar pengukur
b. Cara mengukur dengan posisi berdiri
1. Anak tidak memakai sandal atau sepatu
2. Berdiri tegak menghadap ke depan
3. Punggung, pantat dan tumit menempel pada tiang pengukur
4. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun
5. Baca angka pada batas tersebut
c. Penggunaan table BB/TB (direktorat gizi masyarakat,2002)
1. Ukur tinggi atau panjang dan timbang berat badan anak, sesuai dengan cara di atas
2. Lihat kolom tinggi atau panjang badan anak yang sesuai dengan hasil pengukuran
3. Pilih kolom berat badan untuk laki-laki ( kiri ) atau perempuan ( kanan ) sesuai jenis kelamin anak, cri angka berat badan yang terdekat dengan berat badan ank
4. Dari angka berat badan tersebut, lihat bagian atas kolom untuk mengetahui angka Standar Deviasi (SD )

b. Pengukuran lingkar kepala
1. Tujuan pengukuran
Untuk mengetahui lingkar kepala anak dalam batas normal atau di luar batas normal
2. Jadwal pengukuran
Disesuaikan dengan umur anak. Umur 0-11 bulan, pengukuran dilakukan setiap 3 bulan. Pada ank yang lebih besar, umur 12-27 bulan, pengukuran dilakukan setiap 6 bulan. Pengukuran dan penilaian kepala anak dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih

3. Cara mengukur lingkar kepala
a. Pengukuran dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis mata, di atas kedua telinga, dan bagian belakang kepala yang menonjol, tarik agak kencang
b. Baca angka pada pertemuan dngan angka nol
c. Tanyakan tanggal lahir bayi/ anak, hitung umur bayi atau anak
d. Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkar kepala menurut umur dan jenis kelamin anak
e. Buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang
4. Interpretasi
a. Bila ukuran lingkar kepala anak berada di dalam jalur hijau maka lingkar kepala ank normal
b. Bila ukuran lingkar kepala anak berada di luar jalur hijau, maka lingkar kepala ank tidak normal
c. Lingkar kepala anak yang tidak normal dibedakan menjadi 2: makrosepal, bila berada di atas jalur hijau dan mikrosepal, bila berada dibawah jalur hijau
5. Intervensi
Bila ditemukan makrosepal maupun mikrosepal segera dirujuk ke Rumah Sakit

2. Deteksi dini penyimpangan perkembangan
a. Skrining perkembangan anak menggunakan kuisoner pra skrining perkembangan (KPSP)
1. Tujuan: untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan
2. Jadwal skrining : umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan. Jika anak belum mencapai umur skrining tersebut, minta ibu dating kembali pada umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin.
3. Skrining dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK, petugas PAUD terlatih.
4. Alat yang digunakan adalah
a) Formulir KPSP menurut umur. Formuir ini berisi 9- 10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP anak umur 0- 72 bulan.
b) Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis, kericingan, kubus berukuran 2, 5 cm sebanyak 6 buah, kismis, kacang tanah, potongan biscuit kecil berukuran 0, 5 - 1 cm
5. Cara menggunakan KPSP
a) Pada waktu pemeriksaan anak harus dibawa.
b) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir. Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
c) Setelah menentukan umur anak, pilih pilih KPSP yang sesuai umur anak .
d) KPSP terdiri atas 2 macam pertanyaan, yaitu:
1) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak.
2) Perintah kepada ibu atau pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP.
e) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu- ragu atau takut menjawab oleh karena itu tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan satu- persatu. Setiap pertanyaan hanya satu jawaban ya atau tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
f) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu.
g) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab
6. Interpretasi hasil KPSP
a) Hitung berapa jumlah jawaban “ya”.
1) Jawaban “ya”, bila ibu atau pengasuh anak menjawab: anak bisa atau anak pernah atau anak sering atau kadang- kadang.
2) Jawaban “tidak”, bila ibu/ pengasuh anak menjawab: anak belum pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu/ pengasuh anak tidak tahu.
b) Jumlah jawaban “ya”= 9 atau 10, perkembangan anak sesuai tahap perkembangannya (S).
c) Jumlah jawaban “ya”= 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).
d) Jumlah jawaban “ya”=6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpanan (P).
e) Untuk jawaban “tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban “tidak” menurut jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian).
7. Intervensi
a) Bila perkembangan anakk sesuai umur atau (S), lakukan tindakan sebagai berikut:
1) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.
2) Teruskan pola asuh anak sesuai tahap perkembangan anak.
3) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering, sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
4) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu secara teratur sebulan sekali dan setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita. Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36- 72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di PAUD, kelompok bermain dan TK
5) Lakukan pemeriksaan rutin menggunakan KPSP setap 3 bulan pada berumur kurang dari umur 24 bulan dan setiap 6 bulan pada umur 24 bulan sampai 72 bulan.
b) Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut:
1) Beri petunjuk kepada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
2) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpanan/ mengejar ketinggalannya.
3) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan/ mengejar ketinggalannya.
4) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.
5) Lakukan penilaian ulanh KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.
6) Jika hasil KPSP ulang jawabannya “ya” tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada penyimpanga (P).
c) Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan sbb:
Rujuk ke RS, dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemanidirian)




b. Tes daya dengar (TDD)
1. Tujuan: untuk menemukan gangguan pendengaran sejak dini, agar dapat segera ditindak lanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak.
2. Jadwal: setiap 3 bulan pada bayi kurang dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak usia 12 bulan ke atas. Tes ini dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD, dan petugas terlatih lainnya.
3. Alat yang diperlukan
1) Instrument TDD menurut umur anak
2) Gambar binatang (ayam, anjing, kucing) dan manusia
3) Mainan (boneka, kubus, sendok, cangkir, dan bola)
4. Cara melakukan TDD: tanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir, hitung umur anak dalam bulan, pilih daftar pertanyaan TDD yang sesuai dengan umur anak
a) Pada anahk umur kurang dari 24 bulan:
1) Semua pertanyaan harus dijawab oleh orang tua/ pengasuh anak. Tidak usah ragu- ragu atau takut menjawab karena tidak untuk mencari siapa yang salah.
2) Bacakan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu dan berurutan.
3) Tunggu jawaban dari orang tua atau pengasuh anak.
4) Jawaban “ya” jika menurut orang tua/ pengasuh, anak dapat melakukannya dalam 1 bulan terakhir.
b) Pada anak umur 24 bulan atau lebih:
1) Pertanyaan- pertanyaan berupa perintah melalui orang tua/ pengasuh untuk dikerjakan oleh anak.
2) Amati kemampuan aank dalam melakukan perintah orang tuan atau pengasuh.
3) Jawaban “ya” jika anak dapat melakukan perintah orang tua/ pengasuh.
4) Jawaban ‘tidak” jika anak tidak dapat atau tidak mau melakukan perintah orang tua/ pengasuh.
5) Interpretasi
(a) Bila ada satu atau lebih jawaban “tidak”, kemungkinan anak mengalami gangguan pendengaran.
(b) Catat dalam buku KIA atau kartu kohort bayi/ balita/ status/ catatan medic anak jenis kelainan
6) Intervensi:
(a) Tindak lanjut sesuai dengan buku pedoman yang ada
(b) Rujuk ke RS bila tidak dapat ditanggulangi

c. Tes daya lihat (TDL)
1. Tujuan: untuk mendeteksi secara dini kelainan dapat dilihat agar segera dapat dilakukan tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat menjadi lebih besar.
2. Jadwal: dilakukan setiap 6 bulan pada anak usia prasekolah umur 36- 72 bulan. Tes ini oleh tenaga kesehatan, guru TK, petugas PAUD terlatih.
3. Alat yang diperlukan:
a. Ruangan yang bersih, tenang dengan penyinaran yang baik.
b. Dua buah kursi , satu untuk anak, satu untuk pemeriksa.
c. Poster “E” untuk digantung dari kartu “E” untuk dipegang anak.
d. Alat penunjuk
4. Cara melakukan tes daya lihat
a. Pilih suatu ruang bersih dan tenang dengan penyinaran yang baik.
b. Gantungkan poster “E” setinggi mata anak pada posisi duduk.
c. Letakkan sebuat kursi sejau 3 meter dari poster “E” mengahap ke poster “E”.
d. Letakkan sebuah kursi lainnya disamping poster “E” untuk pemeriksa.
e. Pemeriksa memerikan kartu “E” pada anak. Latih anak dalam mengarahkan kartu E menghadap ke atas, bawah, kiri, kanan, sesuai ditunjuk pada poster “E” oleh pemeriksa, beri pujian setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak dapat mengarahkan kartu “E” dengan benar.
f. Selanjutnya anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/ kertas
g. Denga alat penunjuk, tunjuk huruf “E” pada poster satu- persatu mulai garis pertama sampai garis ke empat atau garis “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
h. Uji anak setiap kali dapat mencocokan posisi kartu “E” yang dipegangnya dengan huruf “E” pada poster.
i. Ulangali pemeriksaan tersebut pad amata satunya dengan cara yang sama.
j. Tulis baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat pada kertas yang telah disediakan .
Mata kanan:………………………… mata kiri:……………………..
5. Interpretasi
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan sampai baris ke-3 pada poster “E” bila kedua mata anak tidak dapat melihat garis ke-3 poster “E” artinya tidak dapat mencocokan arah kartu “E” yang dipegangnya dengan arah “E” pada baris ke-3 yang ditunjuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat.
6. Intervensi
Bila kemungkinan mengalami gangguan daya lihat, minta anak datang lagi untuk pemeriksaan ulang. Bila pada pemeriksaan berikutnya, anak tidak dapat melihat sampai baris yang sama atau tidak dapat melihat garis yang sama dengan kedua matanya, rujuk ke RS dengan menuliskan mata yang yang mengalami gangguan (kanan, kiri, atau keduanya).

3. Deteksi dini penyimpangan mental emosional
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional,autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak,agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi.
Alat yang digunakan untuk mendeteksi yaitu:
a) Kuesioner masalah mental emosional (KMME) Bagi anak umur 36 bulan-72 bulan
b) Ceklis autis anak pra sekolah (Checklist for Autism in Toddlers CHAT) bagi anak umur 18-36 bulan
c) Folmulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatiaan dan Hiperaktivitas (GPPH) M enggunakan Abreviated Conner Ratting Scale Bagi ank umur 36 bulan keatas.

a. Deteksi dini masalah mental emosional pada anak prasekolah
1) Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan atau masalah mental emosional pada anak prasekolah
2) Jadwal deteksi dini masalah mental emosional adalah rutin setiap 6 bulan pada anak umur 36-72 bulan.Jadwal ini sesuai dengan jadwal skrining atau pemeriksaan perkembangan anak.
3) Alat yang digunakan adalah KMME yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk mengenali problem mental emosional anak umur 36-72 bulan.
4) Cara melakukan:
 Tanyakan setiap pertanyaan dengan lambat,jelas dan nyaring satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME Kepada orang tua atau pengasuh anak.
 Catat jawaban “Ya”,Kemudian hitung jumlah jawaban “YA”
5) Interpretasi
Bila ada jawaban “YA”,Maka kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional.
6) Intervensi
 Bila jawaban “ya” hanya 1 :
1. Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku Pedoman Pola Asuh yang memdukung Perkembangan Anak
2. Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan rujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.
 Bila jawaban “ya” ditemukan 2 atau lebih :
Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional yang ditemukan.

b. Deteksi Dini Autism pada anak pra sekolah
1) Tujuanya adalah untuk mendeteksi secara dini adanya autism pada anak umur 18-36 bulan
2) Jadwal deteksi dini autism pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu atau pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengolah TPA dan guru TK. Keluhan tersebut dapat berubah berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a) Keterlambatan bicara
b) Gangguan komunikasi atau interaksi sosial
c) Perilaku yang berulang-ulang.
3) Alat yang digunakan adalah CHAT.CHAT ini ada dua jenis pertanyaan, yaitu :
a) Ada 9 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua pengasuh anak.
Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu.Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b) Ada 5 pertanyaan bagi anak, untuk melaksanakan tugas seperti yang tertulis CHAT
4) Cara menggunakan CHAT
a) Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku yang tertulis pada CHAT kepada orang tua atau pengasuh anak.
b) Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas CHAT.
c) Catat jawaban orang tua atau pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan kemampuan anak, ya atau tidak.Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
5) Interpretasi
a. Resiko tinggi menderita autis : bila jawaban “tidak” pada pertanyaan A5, A7, B2, B3 dan B4.
b. Resiko rendah menderita autis : bila jawaban “tidak” pada pertanyaan A7 dan B4.
c. Kemungkinan gangguan perkembangan lain : bila jawaban “tidak” jumlahnya 3 atau lebih untuk pertanyaan A1-A4, A6, A8, A9, B1 dan B5.
d. Anak dalam batas normal bila tidak termasuk dalam kategori 1,2,dan 3.


6) Intervensi
Bila anak resiko menderita autis atau kemungkinan ada gangguan perkembangan, rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak.

c. Deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) pada anak prasekolah .
1) Tujuanya adalah untuk mengetahui secara dini pada anak adanya GPPH pada anak umur 36 bulan ke atas
2) Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua atau pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengelola TPA dan guru TK.Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan di bawahini :
• Anak tidak bisa duduk tenang
• Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
• Perubahan suasana hati yang mendadak atau impulsif
3) Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini GPPH formulir ini terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak atau guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.
4) Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :
• Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orang tua atau pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
• Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH.
• Keadaan yang ditanyakan atau diamati ada pada anak dimanapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dan lain-lain.Setiap saat dan ketika anak denngan siapa saja.
• Catat jawaban dan hasil pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.
5) Interpretasi
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan bobot nilai brikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total.
• Nilai 0 : jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak
• Nilai 1 : jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
• Nilai 2 : jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak
• Nilai 3 : jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
Bila nila total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH
6) Intervensi
a. anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.
b. bila nilai total kurang dari 1 tetapi Anda ragu- ragu jadwalkan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian. ajukan pertanyaan kepada orang- orang terdekat dengan anak

Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak.
Meilani, Niken. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya

VASEKTOMI


Profil
- Sangat efektif
- Tidak adaa efek samping jangka panjang
- Tindak bedah yang aman dan sederhana
- Efektif setelah 20 ejakulasi atau 3 bulan
- Konseling dan informed consent mutlak diperlukan

Batasan
Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentika kapasitas reproduksi pri a dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alat transportasi sperma terlambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.

Indikasi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilisasi dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.

Kondisi yang memerlukan perhatian khusus bagi tindakan vasektomi
- Infeksi kulit pada daerah operasi
- Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien
- Hidrokel atau varikokel yang besar
- Hernia ingunginalis
- Filariasis
- Undesensus testikularis
- Masa intraskrotalis
- Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia




Konseling, informasi , dan persetujuan tindakan medis
- Klien harus diberi informasi bahwa prosedur vasektomi tidak mengganggu hormone pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual.
- Setelah prosedur vasektomi, gunakan salah satu kontrasepsi terpilih hingga spermatozoa yang tersisa dalam vesikula seminalis telah dikeluarkan seluruhnya. Secara empiric, sperma analisis akan mengunjukan hasil negative setelah 15 – 20 kali ejakulasi.

Informasi bagi klien
- Pertahankan bend aid selama 3 hari
- Luka sedang dalam penyembuhan jangan ditarik- tarik atau digarik.
- Boleh mandi setelah 24 jam asal daerah luka tidak basah.
- Setelah 3 hari luka boleh dicuci dengan sabun dan air
- Pakaiaan penunjang scrotum, usahakan daerah operasi kering.
- Jika ada nyeri, berikan 1- 2 tablet analgetik seperti parasetamol atau ibuprofen setiap 4 – 5 jam.
- Hindari mengangkat barang berat dan kerja keras untuk 3 hari.
- Boleh bersenggama sesudah hari kedua dan ketiga.
- Namun untuk mencegah kehamilan pakailah kondom/ cara kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15 – 20 kali.

Penilaian klinik
Riwayat sosiomedik yang perlu diketahui dari seorang aseptor vasektomi meliputi hal – hal berikut:
- Riwayat operasi/ trauma pada region skotalis/ inguinalis
- Riwayat disfungsi sexsual termasuk impotensi.
- Kondisi area skrotalis ( ketebalan kulit,parut/infeksi.
- Temuan berupa undesenssus testikularis, hidrokel/varikokel, masa intraskotalis atau hernia inguinalis
- Riwayat alergi.
- Adanya proteinuria atau DM.


Temoat pelayanan dan petugas pelaksana Vasektomi Tanpa Pisau
Tim medis VTP merupakan petugas kesehatan yang dilatih secara khusus untuk melakukan prosedur Vasektomi. Di Indonesia, puskesmas yang memiliki tim medis VTP merupakan fasilitas kesehatan terdepan yang dapat memberikan pelayanan kontrasepsi khusus ini . Walaupun prosedur VTP merupakan tindakan bedah minor, ketersediaan peralatan dan medikamentosa untuk tindakan gawat darurat merupakan syarat mutlak pelayanan. Askes ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan juga harus tersedia setiap saat.

Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi saat prosedur berlangsung atau beberapa saat setelah tindakan. Komplikasi selama prosedur dapat berupa komplikasi akibat reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh penggunaan lidokain atau manipulasi berlebihan terhadap anyaman pembuluh disekitar Vasa deferesial.
Komplikasi paska tindakan dapat berupa hematoma skrotalis, infeksi/ abses pada testis, atrofi testisndan epididimitis kongestif/ peradangan kronik granuloma di tempat insisi. Penyulit jangka panjang yang dapat mengganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi adalah terjadinya antibody sperma.

PELAKSANAAN PELAYANAN VASEKTOMI
Tempat pelayanan vasektomi
Vasektomi dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagain yang sibuk/ banyak orang yang lalu lalang. Ruang tersebut sebaiknya:
- Mendapat penerangan yang cukup
- Lantainya tersebut dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan, bebas debu dan serangga.
- Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/ air condition. Bila tidak memungkinkan, ventilasi ruangan harus sebaik mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan kuat.
Untuk mencuci tangan sebainya disediakan air bersih yang mengalir dan jumlahnya cukup. Tangki air harus bersih yang mengalir,dekat dengan tempat cuci tangan, dan tertutup baik sedangkan tempat pembuangan limbah harus rapat dan bebas dari kebocoran.

Persiapan klien
- Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaiaa yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik. Bila klien tidak cukup waktu untuk mandi, klien dianjurkan untuk membersihkan daerah scrotum dan inguinal sebelum masuk ke ruang tindakan.
- Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga scrotum.
- Rambut pubis cukup digunting pendek bila menutupi daerah operasi. Waktu yang paling baik untuk menggunting adalah sesaat sebelum tindakan dilakukan agar resiko infeksi ditekan serendah mungkin.
- Cuci/ bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudiaan ulangi sekali lagi dengan larutam antiseptic atau langsung diberi antiseptic (providon iodine)
- Bila dipergunakan larutan providon iodine seperti betadin, tunggu 1 atau 2 menit hingga jodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.

Kelengkapan untuk klien dan petugas
- Klien dapat menggunkan pakaiaan sendiri asal terjamin kebersihannya
- Operator dan petugas tidak harus menggunakan topi bedah, masker atau baju operasi.

Pencegahan infeksi
Sebelum tindakan
- Cuci dan gosok skrotum, penis dan daerah pubis denga sabun dan bilas dengan air yang bersih. Setelah itu, oleskan cairan antiseptic pada daerah operasi.
- Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptic dan membilasnya dengan air yang bersih.
Selama tindakan
- Gunkan instrument yang telah di strerilisasi, termasuk sarung tangan dan kain penutup
- Lakukan dengan tingkat ketrampilan yang tinggi sehingga sehingga akan sangat mengurangi resiko perdarahan dan infeksi.
Setelah tindakan
- Sementara masih menggunakan sarungtangan operator, membuang bahan- bahan yang terkontaminasi kedalam wadah atau kantong plastic yang tertutup rapat.
- Lakukan tindaan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrument atau alat yang digunakan lagi, baik sementara dalam ruangan tindakan maupun sebelum dilakukan pencucian.
- Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, meja instrument, lampu dan benda/ perlengkapan lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung.
- Ikuti penunjuk dalam bab lain yang membahas mengenai pencucian dan penanganan instrume, sarung tangan, kain penutup, dan jarum suntik yang sudah dipakai.
- Cuci tangan setelah melepas sarung tangan.

Medikasi prebedah dan anestesi
Pada umumnya tidak memerlukan medikasi prabedah tetapi apabila klien tampak sangat gelisah, segera ditentukan penyebab kegelisahan tersebut. Pada umumnya dengan konseling yang baikhal tersebut bisa diatasi, tetapi bila tidak diketahui penyebab secara pasti, klien dapat diberi diazepam 5- 10 mg per oral, 30- 45 menit sebelum operasi.

TEKNIK VASEKTOMI STANDAR
Ada beberapa langkah yaitu sebagai berikut:
- Celana dibuka dan baringkan pasien terlentang
- Daerah kulit skrotum ,penis,supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (Betadine) 0,75% atau larutan klorheksidin (Hibiscrub) 4%.
- Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
- Tepat di alinea mediana di atas vas deferens,kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain atau Xilokain 1%) 0,5ml,lalu jarum diteruskan masuk dan didaerah distal proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5ml.
- Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm,tepat diatas vas deferens yang telah ditonjolkan kepermukaan kulit.
- Setelah kulit dibuka ,vas deferens dipegang dengan klem,disiangi tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara,perdarahan dirawat dengan cermat.sebaiknya ditambah lagi obat anastesi kedalam fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm.
- Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis itu sendiri.
- Potonglah diantara dua iktan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutera no.00,0, atau 1 untuk mengikat vas tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangn terlalu keras karena dapat memotong vas deferens
- Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal(sebelah ureteral dibenangkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal sebelah testis) terletak diluar fasia.
- Lakukanlah tindakan diatas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri yang setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut No.000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

TEKNIK VASEKTOMI TANPA PISAU
- Langkah 1. Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang.
- Langkah 2. Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih.
- Langkah 3. Penis diplester ke dinding perut.
- Langkah 4. Daerah kulit skrotum ,penis,supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (Betadine) atau larutan klorheksidin (Hibis crub)4%.
- Langkah 5. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum yang ditonjolkan keluar.
- Langkah 6. Tepat di linea mediana di atas vas deferens,kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml,lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens ke arah distal,kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml,prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.
- Langkah 7. Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens mengarah kebawah kulit.
- Langkah 8. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut ±45 derajat. Sewaktu memasukkan vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens; kemudian klem diseksi kemudian ditarik, tutupkan ujung – ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.
- Langkah 9. Renggangkan ujung klem pelan – pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat.
- Langkah 10. Dengan ujung klem yang diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens; dan ujung klem diputar menuju arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas. Ujung klem pelan – pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lepaskan klem yang diseksi.
- Langkah 11. Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan – pelan bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian buka ujung – ujung klem pelan – pelan parallel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira – kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem seksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutera 3 – 0.
- Langkah 12. Diantara dua ligasi kira – kira 1 – 1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Control perdarahan dan kembalikan putung – putung vas deferens dalam skrotum.
- Langkah 13. Tarik pelan – pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada diluar fasia.
- Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.
Langkah 14. Lakukanlah tindakan diatas untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan Band aid atau tensoplas.

KEMUNGKINAN PENYULIT DAN CARA MENGATASINYA
- Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan dilakukan operasi kembali dengan anastesi umum, membuka luka, mengeluarkan bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah didalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman – kuman dan menimbulkan infeksi.
- Hematoma
Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, missal naik sepeda. Duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.
- Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang). Apabila kering dengan menggunakan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrat di dalam kulitskrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Di sini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga terjadi epididimtis, orkitis atau epididimiorkitis. Dalam keadaan seperti ini segera dirujuk, di sini akan dilakukan istirahat baring, kompres es, pemberian antibiotika, dan analgetik.
- Granuloma Sperma
Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau pada epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dan kadang – kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu sete;lah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi pada 0,1-30% kasus
- Antibodi Sperma
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti ada penyulit yang disebabkan adanya antibody tersebut.
- Kegagalan Sperma
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria, namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan.

Vasektomi dianggap gagal bila :
- Pada analisis sperma setelah tiga bulan pascavasektomi atau setelah 15-20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
- Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma
- Istri (pasangan) hamil

PERAWATAN DAN PEMERIKSAAN PASCABEDAH VASEKTOMI
Setiap pascatindak pembedahan betapapun kecilnya memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pascatindak bedah vasektomi dianjurkan dilakukan hal – hal sebagai berikut
- Dipersilahkan berbaring selama 15 menit.
- Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka.
- Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik.
Sebelum pulang berikan nasehat sebagai berikut :
• Perawatan luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakailah celana dalam yang bersih.
• Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.
• Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgetika seperlunya. Jangan bekerja berat/naik sepeda.
• Setelah divasektomi tetap diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan istri, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa- pipa) vas deferens masih terdapat sisa – sisa sperma (bibit), sehingga selam masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat pencegah kehamilan.
Untuk itu kepadansuami diberikan 15 kondom, guna menghindari kehamilan , petugas akan memberi contoh cara pemakaiannya. Setelah air mani keluar 15 kali atau setelah jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memeriksa air maninya dengan maksud meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa) lagi.
Untuk keperluan ini, suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau air mani yang ada di dalam kondom dan memeriksanya di laboratorium. Bila sudah pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung bibit lagi, barulah ia boleh bersenggama tanpa alat pencegah apapun lebih baik bila ia memeriksakan air mani untuk kedua kalinya.

KUNJUNGAN ULANG
Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal sebagai berikut :
• Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut :
- Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri, perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin.
- Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan umum dan alat genetalia.
• Sebulan setelah operasi
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
- Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, dan sanggama.
- Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genitalia.
• Tiga bulan dan setahun setelah operasi
Lakukanlah anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut :
- Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, sanggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap, dan keadaan kejiwaan si akseptor.
- Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum.
- Lakukan analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau 10 – 12 kali ejakulasi untuk menilai hasil pembedahan.